Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 Januari 2013

kejahatan seks

Upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan kategori pemberian hadiah wanita kepada pejabat termasuk bentuk gratifikasi seks layak diapresiasi.

Pengamat Sosial dan Peneliti Kajian Budaya Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, menilai kebijakan KPK tersebut memang bisa dikaitkan dengan potensi korupsi. Devie mencontohkan budaya wanita dapat memuluskan sebuah rencana para pejabat dalam sebuah tender bukan hanya terjadi pada saat ini. Namun bahkan sudah terjadi sejak zaman Romawi kuno.

"Bukan hanya terjadi di Indonesia, pada zaman Romawi kita lihat Cleopatra berupaya sekuat tenaga untuk taklukan Julius Caesar, ini merupakan kemajuan besar sebagai upaya bongkar kasus korupsi, kita patut apresiasi KPK," kata Devie kepada Okezone, Jumat (11/01/2013).

Devie menilai gratifikasi seks dapat dikategorikan sebagai bentuk korupsi bila mempengaruhi kebijakan dan memuluskan proyek. Bahkan, Devie menyebut, hal itu dilakukan sebagai bentuk rekreasi politik.

"Ini sudah jadi rahasia umum dan banyak dilakukan karena sebagai bentuk rekreasi politik, sebab kita tahu dunia politik memiliki tingkat stres yang begitu tinggi," ungkapnya.

Namun untuk menelusurinya, lanjut Devie, penyidik KPK harus dibekali lebih dalam dan lihai dalam menginvestigasi gratifikasi seks. Dengan diungkapkan ke masyarakat, kata Devie, hal itu bisa membuat publik untuk ikut mengawasi. "Kalau itu bisa membuat proyek gol atau meluluskan proyek, itu disebut gratifikasi. Pejabat paling rentan terkena skandal, apalagi kalau itu sampai rugikan keuangan negara. Publik juga bisa turut mengawasi, bukan hanya mengawasi rekening dan rumah yang dibangun tidak wajar misalnya," imbuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar