Sistem
koloid berhubungan dengan proses – proses di alam yang mencakup berbagai
bidang. Hal itu dapat kita perhatikan di dalam tubuh makhluk hidup,
yaitu makanan yang kita makan (dalam ukuran besar) sebelum digunakan
oleh tubuh. Namun lebih dahulu diproses sehingga berbentuk koloid. Juga
protoplasma dalam sel – sel makhluk hidup merupakan suatu koloid
sehingga proses – proses dalam sel melibatkan sitem koloid.
Dalam kehidupan sehari-hari ini, sering
kita temui beberapa produk yang merupakan campuran dari beberapa zat,
tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen. Misalnya
saja saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu bercampur
secara merata dengan air panas. Kemudian, es krim yang biasa dikonsumsi
oleh orang mempunyai rasa yang beragam, es krim tersebut haruslah
disimpan dalam lemari es agar tidak meleleh. Kesemuanya merupakan contoh
koloid.
Udara mengandung juga sistem koloid,
misalnya polutan padat yang terdispersi (tercampur) dalam udara, yaitu
asap dan debu. Juga air yang terdispersi dalam udara yang disebut kabut
merupakan sistem koloid. Mineral – mineral yang terdispersi dalam tanah,
yang dibutuhkan oleh tumbuh – tumbuhan juga merupakan koloid.
Penggunaan sabun untuk mandi dan mencuci berfungsi untuk membentuk
koloid antara air dengan kotoran yang melekat (minyak). Campuran logam
selenium dengan kaca lampu belakang mobil yang menghasilkan cahaya warna
merah merupakan sistem koloid.
BAB II
PENGERTIAN KOLOID
2.1 Pengertian koloid, larutan, suspensi
Koloid adalah suatu campuran zat
heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel
zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar
secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di
antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu
koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi
heterogen.
Campuran homogen adalah campuran yang
memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya
larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah
campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian campuran,
contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.
Ukuran partikel koloid berkisar antara
1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar,
maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah
adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan
cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang
lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Zat
terlarut dinamakan juga dengan fasa terdispersi atau solut, sedangkan
zat pelarut disebut dengan fasa pendispersi atau solvent. Contohnya
larutan gula atau larutan garam.
Suspensi adalah campuran heterogen yang
terdiri dari partikel – partikel kecil padat atau cair yang terdispersi
dalam zat cair atau gas. Misalnya, tepung beras dilarutkan dalam air dan
dikocok dengan kuat; Apabila campuran tersebut dibiarkan beberapa saat,
campuran tersebut akan mengendap ke bawah.
Ciri – cirinya:
1. Larutan (Dispersi Molekuler)
- 1 fase
- jernih
- homogen
- diameter partikel: <1 nm
- tidak dapat disaring
- tidak memisah jika didiamkan
2. Koloid (Dispersi Koloid)
- 2 fase
- keruh
- antara homogen dengan heterogen
- diameter partikel: 1 nm<d<100 nm
- tidak dapat disaring dengan penyaring biasa, melainkan dengan penyaring ultra
- tidak memisahkan jika didiamkan
3. Suspensi (Dispersi Kasar)
- 2 fase
- keruh
- heterogen
- diameter partikel: >100 nm
- dapat disaring dengan kertas saring biasa
- memisah jika didiamkan
Keadaan koloid atau sistem koloid atau
suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu koloid adalah suatu
campuran berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi dengan
ukuran partikel terdispersi berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm.
Besaran partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel
tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul
yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas partikel-partikel dengan
bebagai ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan atom emas atau
lebih. Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel yang mengandung
sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh molekul yang sangat besar
(disebut juga molekul makro) ialah haemoglobin. Berat molekul dari
molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.
2.2 Jenis – jenis koloid
Koloid merupakan suatu sistem campuran
“metastabil” (seolah-olah stabil, tapi akan memisah setelah waktu
tertentu). Koloid berbeda dengan larutan; larutan bersifat stabil. Di
dalam larutan koloid secara umum, ada 2 zat sebagai berikut :
- Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan koloid
- Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid
Berdasarkan fase terdispersinya, sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Sol (fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat
Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam
b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair
Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat
c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas
Contoh: debu di udara, asap pembakaran
2. Emulsi (fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat
Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair
Contoh: susu, mayones, krim tangan
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas
Contoh: hairspray dan obat nyamuk
3. Buih (fase terdispersi gas)
a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat
Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam
b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair
Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun
Untuk pengelompokan buih, jika fase terdispersi dan medium pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong larutan.
BAB III
SIFAT-SIFAT KOLOID
3.1 Sifat – sifat koloid sol:
1. Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan
partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak
menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah
mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut
akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak
Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut
dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan gerak
brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasi di tempat ( tidak
termasuk gerak brown ).
Untuk koloid dengan medium pendispersi
zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan
tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut
berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil,
maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat
suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel
sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid,
semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar
ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak
ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem
koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki
partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari
partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula
sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin
lambat.
2. Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan
berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan
karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini
ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris.
Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi
jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari
dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya,
sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi
karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif
besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada
larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan
yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
3. Adsorpsi koloid
Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan
partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang
disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Dimana partikel-partikel sol
padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat
cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat
tersebut. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap
semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan
di dalam sol padat tersebut.
Partikel koloid sol memiliki kemampuan
untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel
netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan
yang sangat luas. Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena
permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena
permukaannya menyerap ion S2.
4. Muatan koloid sol
Sifat koloid terpenting adalah muatan
partikel koloid. Semua partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif
dan negatif). Maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid.
Partikel koloid tidak dapat bergabung sehingga memberikan kestabilan
pada sistem koloid. Sistem koloid secara keseluruhan bersifat netral.
Berikut penjelasan tentang sumber muatan koloid, kestabilan, lapisan
bermuatan ganda, elektroforesis koloid sol, dan proses – proses lainnya
pada koloid sol :
A. Sumber muatan koloid sol
Partikel-partikel koloid mendapat mutan listrik melalui dua cara, yaitu :
Proses adsorpsi
Partikel koloid dapat mengadsorpsi
partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Jenis muatan tergantung
dari jenis partikel yang bermuatan. Partikel sol Fel (OH)3 kemampuan
untuk mengadsorpsi kation dari medium pendisperinya sehingga bermuatan
positif, sedangkal partikel sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium
pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Sol AgCI dalam medium pendispersi dengan
kation Ag+ berlebihan akan mengadsorpsi Ag+ sehingga bermuatan positif.
Jika anion CI- berlebih, maka sol AgCI akan mengadsorpsi ion CI-
sehingga bermuatan positif.
Proses ionisasi gugus permukaan partikel
Beberapa partikel koloid memperoleh
muatan dari proses ionisasi gugus-gugus yang ada pada permukaan partikel
koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen.
Berikut penjelasannya:
Koloid protein
Koloid protein adalah jenis koloid sol
yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan biasa (-NH2). Kedua
gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul protein.
Pada ph rendah , gugus basa –NH2 akan
menerima proton dan membentuk gugus –NH3. Ph tinggi, gugus –COOH akan
mendonorkan proton dan membentuk gugus – COO-. Pada ph intermediet
partikel protein bermuatan netral karena muatan –NH3+ dan COO- saling
meniadakan.
Koloid sabun dan deterjen
Pada konsentrasi relatif pekat, molekul
ini dapat bergabung membentuk partikel berukuran koloid yang disebut
misel. Zat yang molejulnya bergabung secara spontan dalam suatu fase
pendispersi dan membentuk partikel berukuran koloid disebut koloid
terasosiasi.
Sabun adalah garam karboksilat dengan
rumus R-COO-Na+. Anion R-COO- terdiri dari gugus R- yang bersifat non
pola. Gugus R- atau ekor non-polar tidak larut dalam air sehingga akan
terorientasi ke pusat.
3.2 Sifat Koloid Emulsi
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi
merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat cair.
Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi
menjadi:
* Emulsi Gas
Emulsi gas dapat disebut juga aerosol
cair yang adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Pada aerosol cair,
seperti; hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan kaleng, untuk dapat
membentuk system koloid atau menghasilkan semprot aerosol yang
diperlukan, dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar
lain; CFC (klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga memiliki
sifat-sifat seperti sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan
kestabilan denganmuatan partikel. Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya
matahari akan disebarkan oleh partikel-partikel koloid dari sistem
koloid kabut à merupakan contoh efek Tyndall pada aerosol cair.
* Emulsi Cair
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang
tercampur, tetapi tidak dapat saling melarutkan, dapt juga disebut zat
cair polar &zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini
adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair
non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis,
yaitu; emulsi minyak dalam air (cth: susu yang terdiri dari lemak yang
terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau emulsi air
dalam minyak (cth: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi
dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).
Beberapa sifat emulsi yang penting:
Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak
apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan
elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau
sedimentasi dapat terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat kita
jumpai pada emulsi minyak dalam air, apabila kestabilan emulsi ini
rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim.
Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak; apabila
kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke
bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses
demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam
lateks yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam
asetat (CH3COOH).
Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium
pendispersinya, emulsi dapat diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi
yang dicampurkan akan dengan spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat
ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis emulsi.
Emulsi Padat atau Gel
Gel adalah emulsi dalam medium
pendispersi zat padat, dapat juga dianggap sebagai hasil bentukkan dari
penggumpalan sebagian sol cair. Partikel-partikel sol akan bergabung
untuk membentuk suatu rantai panjang pada proses penggumpalan ini.
Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk suatu struktur
padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang
struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa berpori yang
semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, yaitu:
i. Gel elastis
Karena ikatan partikel pada rantai adalah
adalah gaya tarik-menarik yang relatif tidak kuat, sehingga gel ini
bersifat elastis. Maksudnya adalah gel ini dapat berubah bentuk jika
diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal bila gaya tersebut
ditiadakan. Gel elastis dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang
cukup pekat. Contoh gel elastis adalah gelatin dan sabun.
ii. Gel non-elastis
Karena ikatan pada rantai berupa ikatan
kovalen yang cukup kuat, maka gel ini dapat bersifat non-elastis.
Maksudnya adalah gel ini tidak memiliki sifat elastis, gel ini tidak
akan berubah jika diberi suatu gaya. Salah satu contoh gel ini adalah
gel silica yang dapat dibuat dengan reaksi kia; menambahkan HCl pekat ke
dalam larutan natrium silikat, sehingga molekul-molekul asam silikat
yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk gel silika.
Beberapa sifat gel yang penting adalah:
Hidrasi
Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak
dapat diubah kembali ke bentuk awalanya, tetapi sebaliknya, gel elastis
yang terdehidrasi dapat diubah kembali menjadi gel elastis dengan
menambahkan zat cair.
Menggembung (swelling)
Gel elastis yang terdehidrasi sebagian
akan menyerap air apabila dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volum
gel akan bertambah dan menggembung.
Sineresis
Gel anorganik akan mengerut bila dibiarkan dan diikuti penetesan pelarut, dan proses ini disebut sineresis.
Tiksotropi
Beberapa gel dapat diubah kembali menjadi
sol cair apabila diberi agitasi atau diaduk. Sifat ini disebut
tiksotropi. Contohnya adalah gel besi oksida, perak oksida, dsb.
3.3 Sifat Koloid Buih
Buih adalah koolid dengan fase
terdisperasi gas dan medium pendisperasi zat cair atau zat padat.
Baerdasarkan medium pendisperasinya, buih dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan
fase terdisperasi gas dan dengan medium pendisperasi zat cair. Fase
terdisperasi gas pada umumnya berupa udara atao karbondioksida yang
terbetuk dari fermentasi. Kestabilan buih dapat diperoleh dari adanya
zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorbsi ke daerah antar-fase dan
mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan.
Ukuran kolid buih bukanlah ukuran
gelembung gas seperti pada sistem kolid umumnya, tetapi adalah ketebalan
film (lapisan tipis) pada daerah antar-fase dimana zat pembuih
teradsorbsi, ukuran kolid berkisar 0,0000010 cm. Buih cair memiliki
struktur yang tidak beraturan. Strukturnya ditentukan oleh kandungan zat
cairnya, bukan oleh komposisi kimia atau ukuran buih rata-rata. Jika
fraksi zat cair lebih dari 5%, gelembung gas akan mempunyai bentuk
hamper seperti bola. Jika kurang dari 5%, maka bentuk gelembung gas
adalah polihedral.
Beberapa sifat buih cair yang penting:
Struktur buih cair dapat berubah dengan waktu, karena:
- pemisahan medium pendispersi (zat cair) atau drainase, karena kerapatan gas dan zat cair yang jauh berbeda,
- terjadinya difusi gelembung gas yang kecil ke gelembung gas yang
besar akibat tegangan permukaan, sehingga ukuran gelembung gas menjadi
lebih besar,
- rusaknya film antara dua gelembung gas.
Struktur buih cair dapat berubah jika
diberi gaya dari luar. Bila gaya yang diberikan kecil, maka struktur
buih akan kembali ke bentuk awal setelah gaya tersebut ditiadakan. Jika
gaya yang diberikan cukup besar, maka akan terjadi deformasi.
Contoh buih cair:
- Buih hasil kocokan putih telur
Karen audara di sekitar putih telur akan
teraduk dan menggunakan zat pembuih, yaitu protein dan glikoprotein yang
berasal dari putih telur itu sendiri untukmembentuk buih yang relative
stabil. Sehingga putih telur yang dikocok akan mengembang.
- Buih hasil akibat pemadam kebakaran
Alat pemadam kebakaran mengandung
campuran air, natrium bikarbonat, aluminium sulfat, serta suatu zat
pembuih. Karbondioksida yang dilepas akan membentuk buih dengan bamtuam
zat pembuih tersebut.
2. Buih Padat
Buih padat adalah sistem kolid dengan
fase terdisperasi gas dan denganmedium pendisperasi zat padat.
Kestabilan buih ini dapat diperoleh dari zat pembuih juga (surfaktan).
Contoh-contoh buih padatyang mungkin kita ketahui:
Proses peragian yang melepas gas
karbondioksida terlibat dalam proses pembuatan roti. Zat pembuih protein
gluten dari tepung kemudian akan membentuk lapisan tipis mengelilimgi
gelembung-gelembung karbondioksida untuk membentuk buih padat.
Dari proses solidifikasi gelas vulkanik, maka terbentuklah batu apung.
Styrofoam memiliki fase terdisperasi karbondioksida dan udara, serta medium pendisperasi polistirena.